UNIVERSITAS Sumatera Utara (USU) sebagai Perguruan Tinggi Negeri menjadi wadah pencetak generasi penerus bangsa yang sudah sepatutnya siap didistribusikan ke segala lini kehidupan bangsa, baik di dunia birokrasi, politik, akademisi, kewirausahaan, sosial dan budaya.
Sebagai tempat ditempahnya para “cendikiawan masa depan”, seyogyanya pengelolaan USU dilakukan dengan cara yang patut, menjunjung tinggi nilai etika dan moral, serta mengedepankan transparansi dalam berbagai aspek.
Penulis sebagai Alumni USU yang juga punya latar belakang sebagai aktivis di dunia kemahasiswaan , tentunya selalu mengikuti dan menyoroti perkembangan kampus tercinta dari masa ke masa.
Desas desus mengenai perkembangan USU belakangan ini menarik perhatian penulis dan mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan USU sekarang ini. Beberapa alumni bahkan membuat aliansi dan gerakan untuk menyoroti dan mengkritisi kondisi pengelolaan USU saat ini. Para alumni tersebut terdiri dari berbagai latar belakang dan dari berbagai lintas generasi. Penulis berpendapat dengan adanya desas desus dan gerakan tersebut menandakan USU memang sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Saat perhelatan Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024 ada yang menyebut “Oknum” Pimpinan USU bermain dan terlibat politik praktis pada kedua kontestasi besar tersebut. Jika itu benar adanya sungguh lah itu sangat tidak patut dan menyedihkan. Belum lagi pemberitaan yang berseliweran di Medan mengenai dugaan beberapa kasus penyelewengan dan pelanggaran hukum yang diduga oleh “Petinggi USU” menambah dugaan catatan hitam mengenai kepengelolaan USU saat ini.
Tahun 2025 ini USU akan kembali melaksanakan suksesi kepemimpinan yaitu pemilihan Rektor untuk Periode 2026-2031 yang kemungkinan dilaksanakan pada bulan November atau Desember 2025 nanti. Tahapan menuju pemilihan rektor sudah dimulai sejak April 2025 yang lalu dengan dipilihnya 112 orang Senat Akademik (SA), 8 orang Majelis Wali Amanat (MWA) dari internal USU dan 10 orang anggota MWA yang mewakili unsur masyarakat. Dalam proses pemilihan SA dan MWA ini kembali muncul desas desus adanya kejanggalan dalam pembentukannya.
Dalam pemilihan MWA yang mewakili unsur masyarakat patut diduga Rektor USU petahan melakukan intervensi kepada Senat Akademik (SA) agar memilih MWA yang nantinya memuluskan jalan beliau untuk kembali terpilih pada periode berikutnya. Dari beberapa informasi yang beredar diduga Rektor petahanan melakukan pengarahan kepada 101 pemilih yang merupakan SA agar memilih MWA yang dikehendaki beliau.
Dalam proses tersebut terpililah 10 orang anggota MWA USU wakil masyarakat, yaitu :
- Jenderal Pol. (Purn) Agus Andrianto (Menteri Imigrasi dan Bermasyarakat RI/Mantan Wakapolri 2023-2024)
- Aminuddin Ma’ruf (Wakil Menteri BUMN/Mantan Stafsus Presiden dari kalangan milenial era Presiden Joko Widodo)
- Abdul Haris (Deputi bidang Koordinasi Pemberdayaan Desa, Desa Tertinggal dan Desa Tertentu pada Kementrian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat/Guru Besar tetap FMIPA UI/Dirjen Dikti Ristek 15 Maret 2024)
- Andrew Bingei P Siboro (Company Sumatera Tobacco Trading Company Business Manufactur/Direktur PT Tras Indo Utama
- Fadhullah (anak dari pendiri Yayasan Perguruan Islam Al Amjad yang didirikan oleh H. Hasballah Yunus, saat ini menjabat Ketua Yayasan Perguruan Al Amjad/Gekrafs Sumut 2021-2024)
- Harmen Saputra (CEO PT JACKLEO/Calon Ketum HIPMI 2022-2025)
- Mahmud Nazly Harahap (Pati Polri berpangkat Inspektur Jenderal penugasan pada BIN)
- Mohammad Abdul Ghani (Dirut PTPN III)
- Musa Idishah (Pengusaha/Adik dari Musa Rajeckshah anggota DPR RI, Ketua Golkar Sumut)
- Nixon Lambok P. Napitupulu (Dirut BTN)
Dalam proses selanjutnya terpilihlah Jenderal Agus sebagai Ketua MWA USU untuk periode 2025-2030. Hal ini cukup mengagetkan bagi penulis, sebagaimana publik mengetahui bahwa Jenderal Agus saat ini masih menjabat Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan pada kabinet Merah Putih terhitung dari tanggal 21 Oktober 2024. Tentunya ini terasa janggal mengingat sesuai dengan aturan formal diantaranya :
1. UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementrian Negara, Pasal 23:
Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai :
a. Pejabat Negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Komisaris atau Direksi pada perusahaan Negara/Swasta; atau
c. Jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
2. Pasal 13 (4), PP No. 6 2004
Anggota Majelis Wali Amanat yang mewakilinya unsur Menteri berjumlah 1 (satu) orang yang ditetapkan oleh Menteri
3. Pasal 26 (7), Statuta USU :
” Ketua dan Sekretaris MWA dilarang memangku jabatan rangkap sebagai Rektor, Wakil Rektor, atau jabatan struktural di USU, perguruan tinggi lain, Instansi pemerintah dan jabatan lainnya yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan dengan kepentingan USU”
Dari beberapa uraian aturan formal di atas terpilihnya Jenderal Agus sebagai Ketua MWA USU melanggar aturan yang sudah ditetapkan. Yang menjadi pertanyaan besar, mengapa hal tersebut dipaksakan, tentunya kecurigaan akan ada pengaturan dan pengarahan dukungan untuk calon rektor tertentu sudah pasti muncul dibenak penulis.
Sebagaimana diketahui dalam proses tahapan pemilihan rektor, akan melalui mekanisme sebagai berikut:
1. Pemilihan Senat Akademik (SA) yang berjumlah 112 orang
2. Pemilihan Majelis Wali Amanat (MWA)
– 3 ex officio : Mendikti Ristek, Gubernur Sumut, dan Rektor
– Internal USU berjumlah 8 orang
– Mewakil Masyarakat berjumlah 10 orang
– Total 21 orang MWA USU
3. Pemilihan 3 orang Calon rektor dilakukan oleh 112 SA USU
4. Pemilihan Rektor USU oleh MWA yang berjumlah 21 orang di Jakarta (Sekitar November atau Desember 2025)
5. Pembagian suara :
– Menteri Dikti Ristek 1 orang (35% Suara)
– Gubernur Sumut 1 orang, Rektor Petahanan 1 orang, MWA dari Senator USU 8 orang, MWA dari wakil masyarakat 10 orang (65 % Suara)
Dari beberapa uraian di atas penulis punya asumsi dan analisa mengenai kondisi pemilihan rektor nantinya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya ada 101 orang SA yang patut diduga sudah berpihak kepada Rektor USU petahanan, itu artinya 101 orang SA tersebut bisa memunculkan 3 orang calon rektor sekaligus, dengan asumsi 2 orang calon rektor merupakan calon bayangan atau calon boneka. Pada akhirnya pemilihan Rektor USU yang akan diikuti oleh 3 calon hanya bersifat formalitas belaka.
Sungguh hal ini sangatlah menyedihkan apabila terjadi, mengingat hari ini banyak pihak yang berharap adanya perubahan yang menyeluruh dalam proses pengelolaan USU, baik sistem, maupun oknum-oknum yang tidak patut untuk mengelola USU. Jangan sampai USU memiliki presenden buruk dengan hadirnya calon rektor bayangan atau calon boneka, sudah sepatutnya USU sebagai lembaga pendidikan dan tempat terhormat bisa menjadi contoh pembelajaran yang baik bagi masyarakat. Suksesi Rektor USU bukan hanya sebatas pemilihan rektor, tapi lebih dari itu, yaitu suksesi etika dan moral untuk USU yang lebih baik lagi kedepannya.
Tulisan ini dibuat bukan sebagai tendensi, melainkan bentuk kepedulian dan kecintaan penulis kepada almamatenya.
Salam…
(Penulis adalah Sekretaris Umum HMI Cabang Medan Periode 2015-2016/Alumni USU)







