Medan, POL | Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Bupati Kabupaten Langkat Terbit Rencana Perangin-angin, bersama abang kandungnya Iskandar Perangin-angin menerima suap sebesar Rp68,40 miliar.
“Kedua terdakwa menerima uang suap sebesar Rp 68.402.393.455 untuk pengamanan sejumlah proyek di Pemkab Langkat sejak tahun anggaran 2020 hingga 2021,” kata JPU KPK Johan Dwi Junianto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (3/2).
Dijelaskan Johan, bahwa kedua terdakwa melakukan pengaturan terhadap -proyek yang dikerjakan di sejumlah dinas di Pemkab Langkat di antaranya, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).
Kemudian, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta Dinas Kelautan dan Perikanan.
Seharusnya, lanjut dia, terdakwa Terbit dan sejumlah Kepala Dinas (Kadis) wajib melakukan pengawasan melalui kegiatan audit review, pemantauan, evaluasi, dan/atau penyelenggaraan proyek infrastruktur maupun pengadaan barang/jasa.
“Namun, baik langsung maupun tidak langsung, malah terdakwa mengarahkan atau melakukan pengaturan dan menentukan pemenang pekerjaan atau proyek sebelum dilaksanakan proses pekerjaan pengadaan langsung, maupun pekerjaan yang terdapat di sejumlah dinas Pemkab Langkat,” jelasnya.
Dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasanya, baik secara lelang atau tender maupun dengan penunjukan langsung pada tahun anggaran 2020–2021, terdakwa Terbit memberikan arahannya kepada masing-masing Kadis yang dilakukan di rumah atau warung di sekitar rumah terdakwa.
Lalu dalam prosesnya, terdakwa Iskandar Perangin-angin yang pada saat itu menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) Raja Tengah pengatur segala paket pekerjaan atau proyek di sejumlah dinas di Pemkab Langkat.
Di samping itu, kata JPU, Kelompok Kerja (Pokja) juga akan mencari-cari kesalahan sekecil apa pun dari perusahaan lainnya yang ikut lelang.
Selanjutnya, apabila dalam tahap evaluasi administrasi, evaluasi teknis, dan evaluasi harga penawaran ada perusahaan lain mendapatkan poin tinggi dan penawaran terbaik.
Maka Marcos Surya Abdi merupakan orang kepercayaan kedua terdakwa berupaya agar perusahaan lain di luar dari daftar pengantin tersebut tidak datang pada saat proses verifikasi ulang.
“Sehingga hanya perusahaan yang tercantum daftar pengantin saja yang hadir, dan proses tender atau pengadaan barang/jasa tersebut dilakukan terhadap semua tender atau pengadaan paket pekerjaan di lingkungan Pemkab Langkat,” ucapnya.
JPU KPK juga mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan yang telah dimenangkan untuk mengerjakan suatu proyek wajib menyerahkan fee atau uang sebesar 15,5 persen hingga 16,5 persen dari nilai kontrak kepada para terdakwa.
Atas perbuatannya, jelas JPU, kedua terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf i Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi, sebagaimana dakwaan pertama.
Kedua terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 12 B Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP,” kata JPU Johan.
Setelah mendengarkan dakwaan, Hakim Ketua As’ad Rahim Lubis menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembacaan nota keberatan atau eksepsi dari kedua terdakwa.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin (10/2), dengan agenda eksepsi dari kedua terdakwa maupun penasehat hukumnya,” ujar As’ad. (AN)