Padanglawas, POL | Ngeriii…, buruh terkesan sudah tidak dibutuhkan lagi di Kabupaten Padanglawas (Palas). Pasalnya, sedikitnya tiga ratusan aksi massa buruh yang tergabung dalam wadah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) dan Mahasiswa Peduli Buruh (MPB) Palas datang berunjuk rasa di depan kantor Bupati Palas pada Selasa (03/11/2020) sebagai lanjutan dari aksi yang berlangsung Senin (02/11/202) tidak digubris Bupati Palas.
“Kemarin (Senin) kami turun aksi unjuk rasa di dua lokasi, yakni di depan kantor Kajari Palas dan depan kantor Bupati Palas. Namun, yang membuat kami sangat kecewa, Bupati Palas tidak hadir menanggapi tuntutan kami”, ungkap salah satu buruh kepada media di lokasi berlangsungnya aksi unjunkrasa, Selasa (03/11/2020) menjelang petang.
Amaluddin Siregar yang juga salah seorang buruh yang ikut aksi mengatakan, ini adalah aksi yang tidak ada yang menunggangi, artinya murni dari lubuk hati parah buruh karena merasa hak-hak mereka “dirampok” pemberi kerja. Ini adalah aksi unjuk rasa yang memperjuangkan kepentingan buruh,” terangnya kepada sejumlah media.
Awalnya peserta aksi itu terlihat berkompai secara teratur dari simpang SKPD Palas ke kantor bupati Palas dengan dikawal pihak aparatur keamanan dari polres. Sesampainya di kantor Bupati, Amaluddin Siregar memulai orasinya dan tak lupa juga dengan sapaan akrabnya kepada buruh, “hidup buruuuuh”.
“Hari ini kita turun kembali menyuarakan aspirasi kita dan meminta agar tuntutan kita yang kita ungkapkan pada aksi unjukrasa pada 21 Oktober 2020 yang lalu segera direalisasikan pihak perusahaan PT. Permata Hijau Sawit (PHS), yaitu terkait premi panen. Yang mana premi panen itu bukanlah upah insentif yang diberikan pihak perusahaan, namun merupakan hak normatif,” tegas Amaluddin.
Amaluddin yang hari itu menjadi pimpinan aksi menambahkan, sama halnya dengan upah pokok, sebab pemanen pekerja di perusahaan PT. PHS Kebun Papaso melakukan pekerjaan berdasarkan satuan hasil. Bukan satuan waktu, artinya kelebihan dari basis borong pemanen maka dihitung premi. Premi itu adalah lembur kerja yang tidak boleh dipotong ketika seorang pekerja mangkir. Jika hal ini juga terjadi maka kami menduga perusahaan melakukan tindak pidana kejahatan terhadap buruh.
Teriakan dan aspirasi buruh itu ternyata tidak direspon bupati Palas dengan baik seolah sang bupati membiarkan buruh tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara. Ini membuat kekecewaan para buruh sehingga melampiaskan kekecewaan itu dengan melakukan sholat jenazah di halaman kantor Bupati Palas. Seakan memberi makna, pemkab Palas sudah “mati” mata hatinya.
Salah seorang buruh yang ikut aksi, Bukhari Nasution mengatakan, mereka melaksanakan shalat jenazah merupakan bentuk kekecewaan terhadap Bupati Palas, dan benar benar dianggap telah mati hati nuraninya. Sehingga tidak mau lagi melihat rakyatnya sendiri di sini menuntut”, jelas Bukhari kepada para awak media.
Kendati demikian, para buruh pengunjuk rasa tetap bersikeras menuntut supaya bupati Palas keluar dari kantor dan ruang kerjanya. Namun yang terjadi aksi saling dorong dengan pihak keamanan yang terdiri dari kepolisian dan Satpol PP dan berujung dengan kisruh.
Bahkan terlihat sikap membela perusahaan yang pemiliknya bukan pribumi asli NKRI, ditunjukkan oknum-oknum aparat hukum dengan menahan salah seorang orator dari kalangan buruh di kantor Bupati, katanya dengan maksud untuk meredam meluasnya kericuhan tersebut.
Kepala Bagian Operasional polres Palas, Komisaris Polisi Aswin Noor Nasution, SH, MH saat itu menyampaikan, pihaknya sudah berkomunikasi langsung dengan Bupati Palas, dan Bupati sudah menginstruksikan kepada Dinas Tenaga Kerja untuk menyurati pihak manajemen PT. Permata Hijau Group (PHG) termasuk PT. PHS Kebun Papaso. Jadi, kami berharap kepada bapak dan ibu semuanya untuk kondusif,” terangnya kepada massa pengunjuk rasa. (POL/NP.04)