Medan, POL | Pengamat politik sekaligus peneliti Indonesian Public Institute Karyono Wibowo menilai, respons Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam menyikapi aksi pembakaran bendera Rabu 24 Juni 2020 kemarin, sudah tepat karena sudah menempuh jalur hukum.
Dia menuturkan, itu pilihan terbaik bagi PDIP dalam menyikapi aksi pembakaran bendera daripada membalas dengan aksi jalanan. Sebagai partai yang sudah malang melintang dalam pergulatan politik nasional, sudah tentu berpengalaman dalam menghadapi tantangan.
“PDIP sudah teruji mampu melewati tantangan yang lebih berat saat menghadapi tekanan rezim orde baru. Berangkat dari pengalaman itu tentu semakin mendewasakan PDIP dalam menghadapi setiap gejolak yang datang,” kata Karyono, Sabtu (27/6).
Dengan mengambil langkah hukum, menurutnya PDIP sudah mencium ada yang mencoba memprovokasi dengan umat Islam, yang memanfaatkan isu penolakan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang diframing secara sistematis. Sehingga sudah bijak yang dilakukan partai berlambang banteng bermoncong putih itu.
“Apalagi, di tengah situasi pandemi covid-19 ini sangat sensitif untuk memicu kondisi chaos. Dampak pandemi ini telah meningkatkan kerawanan sosial. Karenanya, diperlukan ekstra kewaspadaan terhadap pelbagai potensi yang dapat memicu konflik,” ungkap Karyono.
“Situasi pandemi ini seperti padang ilalang di musim kemarau yang mudah terbakar. Indikasi adanya pihak-pihak yang menginginkan kondisi chaos telah terbukti dengan adanya provokasi yang dilakukan kelompok anarko dan sejumlah aksi teror yang terjadi selama pandemi,” lanjut dia.
Karyono pun menilai bahwa isu komunis yang dipakai menyudutkan PDIP, merupakan propaganda usang dan terbukti gagal.
“Justru semakin membesarkan PDIP. Terbukti selama pemilu pasca reformasi, partai ini 3 kali menang pemilu legislatif, 3 kali menduduki jabatan presiden, dan 1 kali menduduki wakil presiden,” tuturnya.
Karena itu, dia menyarankan, para lawan PDIP harusnya membuat strategi baru yang lebih terukur, tepat sasaran. “Sehingga bisa efektif dalam menundukkan banteng moncong putih,” pungkasnya.
Survei: Elektabilitas PDIP Meroket
Hasil survei New Indonesia Research & Consulting menyatakan bahwa popularitas dan elektabilitas PDIP naik tinggi. Bahkan lebih tinggi dari perolehan suara pada Pemilu 2019 lalu.
Pada Pemilu 2019 lalu, PDIP memperoleh 19,3 persen suara nasional. Pada survei yang dilakukan New Indonesia Research & Consulting, elektabilitas PDIP kini mencapai 29,3 persen.
“Elektabilitas PDIP masih tertinggi dan meningkat hingga 29,3 persen, membuktikan bahwa PDIP masih kokoh berada di puncak,” kata Direktur Eksekutif New Indonesia Research & Consulting, Andreas Nuryono mengutip Antara, Minggu (28/6).
Masih berdasarkan hasil survei yang sama, Gerindra menyusul di peringkat kedua dengan elektabilitas sebesar 12,5 persen. Elektabilitas Gerindra masih sama seperti perolehan suara pada Pemilu 2019 lalu.
Di posisi ketiga ada Golkar dengan elektabilitas sebesar 9,7 persen. Turun dibanding perolehan suara pada Pemilu 2019 lalu. Diketahui, Golkar mendapat 12,3 persen suara nasional.
Selanjutnya ada PKB dengan elektabilitas sebesar 6,8 persen, PKS 5,5 persen, PSI 4,2 persen, NasDem 4,1 persen, Demokrat 3,8 persen, dan PPP 2,4 persen. Pada Pemilu 2019 lalu, perolehan suara PKB sebesar 9,7 persen, PKS 8,2 persen, PSI 1,9 persen, NasDem 9,1 persen, Demokrat 7,8 persen, PPP 4,3 persen, dan PAN 6,8 persen.
Di deretan papan bawah ada Perindo dengan elektabilitas sebesar 0,9 persen, Berkarya 0,7 persen, Hanura 0,3 persen, PBB 0,2 persen, PKPI 0,1 persen, dan Garuda 0,1 persen.
Sisanya masih ada 17,1 persen yang menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab. Survei juga belum mencatat elektabilitas partai baru seperti Gelora atau pecahan PAN kubu Amien Rais.
“Masih ada waktu empat tahun ke depan di mana elektabilitas partai politik bisa meningkat atau menurun,” kata Andreas. Survei New Indonesia Research & Consulting dilakukan pada 8-18 Juni 2020, dengan jumlah responden 1.200 orang.
Survei dilakukan lewat sambungan telepon terhadap responden survei sebelumnya yang dipilih secara acak. Margin of error survei sekitar 2,89 persen dan pada tingkat kepercayaan 95 persen.(mrd/cnn)
