Medan, POL | Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI ) Sumut Nezar Djoeli menegaskan dilantiknya orang yang sudah meninggal, pensiun,terjerat OTT Poldasu, bahkan baru 3 hari dilantik sudah ada rotasi dan dilantik lagi di jajaran eselon III dan IV mencerminkan tidak adanya meritokrasi di Pemprovsu yang dipimpin Gubernur Edy Rahmayadi.
“Ini mencerminkan kegagalan Sekda dan badan kepegawaian daerah (BKD) dalam mendata orang-orang yang akan ditempatkan di jajaran eselon III atau IV secara profesional,” kata Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sumut Nezar Djoeli di Medan, Rabu (8/3/2023)
Menururt Nezar, Pemerintahan ini seolah-olah tidak melaksanakan fit and proper test atas jabatan dan penilaian terhadap orang yang akan dilantik terkhususnya BKD dan Sekda. Profesionalisme BKD tidak diterapkan dalam pemerintahan Edy Rahmayadi, sehingga adanya usur-unsur dugaan sebuah kejahatan yang disusun secara sistematik terhadap nama-nama siluman tadi.
“Patut diduga orang orang yang sudah pensiun, meninggal atau OTT Polda, salah satu upaya BKD atau dinas terkait dalam menggunakan uang negara yang seolah-olah pertanggungawabannya atas nama orang-orang yang dilantik tersebut,” bebernya.
Di sini, sebut Nezar, pihak Polda dan kejaksaaan harus lebih teliti dan cermat tentang rotasi jabatan, yang memang kadang-kadang bisa diambil manfaat oleh oknum-oknum pejabat yang bertanggung jawab.
“Ini patut diduga. Kalaupun tidak diduga seperti itu, ini artinya kelemahan daripada Pemprovsu melalui Sekda dan BKD dan juga pasti tanggung penuh dari seorang pemimpin yaitu Gubernur Sumatera Utara terhadap tatanan pemerintahan good government di tubuh Pemprovsu,” bebernya.
Kata dia, mungkin terbongkarnya masalah ini karena adanya sebuah kebiasaan dan dugaan kejahatan yang sudah terstruktur dan masif. Karenanya harus diinvestigasi tahun berapa orang itu pensiun, tahun berapa orang itu meninggal dan tahun berapa orang itu di OTT Polda.
“Silahkan diinvestigasi para penegak hukum atas persoalan persoalan ini. Memang kelihatannya sepele, hanya tunjangan jabatan gaji, tetapi kalau dijumlahkan akumulatif maka totalnya signifikan,” sambungnya lagi.
Soal tudingan adanya transaksional dalam penentuan jabatan, Nezar mengatakan, dugaan itu sah-sah saja namun harus dibuktikan dengan data dan akuntabel terhadap tudingan-tudingan masyarakat tersebut.
Apapun cerita, sambungnya, kasus ini merupakan catatan penting bagi aparat kepolisian dan kejaksaan untuk menjadi pintu masuk dalam menginvestagi seluruh rotasi dari pemerintahan dengan memanggil orang yang berkaitan.
Ia memahami meritokrasi itu harus diberlakukan di Pemprovsu, bahkan ada yang bilang pemprov sudah melakukan meritokrasi yang baik. Tapi kenyataannya orang meningga dan pensiun dilantik. Begitu juga yang terjerat OTT Polda, malahan di Diskominfo ada yang baru dilantik, diputar lagi dan kembali dilantik lagi.
“Ini meritokrasi apa, untuk itu harapan saya kepada pemprov harus berbenah menjadi pemerintahan yang lebih baik karena ini sangat memalukan bagi kinerja seorang Gubernur Sumut di mata seluruh provinsi yang ada di Indonesia,” sebut Nezar. (POL/isvan))