Jakarta, POL | Infeksi Covid-19 kembali meningkat di China dan kini tengah mencapai puncaknya.
Berdasarkan data dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC), sepanjang April terdapat 168.507 kasus yang terdeteksi di seluruh negeri.
Dari sekitar 5 persen sampel yang dianalisis, semuanya merupakan varian Omicron, dengan subvarian utama adalah seri XDV. Menurut pakar penyakit pernapasan ternama China, Zhong Nanshan, tren penularan Covid-19 diperkirakan mulai menurun bulan depan.
Dalam pembukaan Pekan Sains dan Teknologi Guangzhou pada Sabtu (24/5), Zhong mengatakan masyarakat yang mengalami gejala terutama para lansia sebaiknya segera mencari perawatan medis dalam 48 jam.
“Gelombang infeksi virus corona kali ini berada di puncaknya dan diperkirakan akan menurun pada bulan Juni,” kata Zhong.
“Sejak Maret hingga Mei, jumlah orang yang terinfeksi virus corona meningkat, sebagaimana terlihat dari data di Hong Kong, Singapura, Inggris, Prancis, Brasil, dan Norwegia,” paparnya menambahkan.
Pada 15 Mei, Pusat Perlindungan Kesehatan di Hong Kong menyatakan bahwa proporsi sampel pernapasan yang positif Covid-19 mencapai angka tertinggi tahun ini, dari 6,2 persen menjadi 13,7 persen dalam empat minggu terakhir.
Sampel positif Covid-19 dari hasil uji swab air liur maupun lab rumah sakit umum sama-sama menunjukkan peningkatan.
Sementara itu, Zhong menjelaskan antara 31 Maret hingga 4 Mei, hasil tes pada pasien rawat jalan dengan gejala flu dan pasien rawat inap dengan gejala berat menunjukkan peningkatan kasus positif Covid-19 dari 7,5 persen menjadi 16,2 persen.
Meski begitu, laporan CDC yang dirilis pada 8 Mei menyebutkan bahwa jumlah keseluruhan penyakit infeksi saluran pernapasan akut masih tergolong rendah, meskipun tren peningkatan kasus positif mulai tampak pada April.
Hasil pengujian menunjukkan semua patogen yang terdeteksi adalah jenis yang sudah dikenal umum, dan tidak ditemukan patogen baru ataupun penyakit menular baru yang belum diketahui.
Dilansir The South Morning Post (SCMP), laporan itu juga menyebut bahwa jumlah kasus positif lebih tinggi di provinsi-provinsi selatan dibandingkan wilayah utara China.
Meskipun kemungkinan terjadinya lonjakan besar berikutnya dinilai rendah, para ahli tetap mengimbau masyarakat untuk waspada.
Menurut laporan dari situs berita Thepaper.cn yang berbasis di Shanghai, Zhong menyampaikan dalam siklus kali ini, virus Covid-19 lebih mudah menular dan gejalanya mirip flu biasa dengan sakit tenggorokan yang lebih terasa.
Ia mengatakan bahwa individu dalam kelompok risiko tinggi seperti lansia atau yang memiliki penyakit kronis sebaiknya mengenakan masker dan mengambil langkah perlindungan saat berada di tempat ramai dengan ventilasi buruk.
Zhong juga menekankan bahwa penelitian mengenai keamanan dan efektivitas obat bagi anak di bawah usia lima tahun masih belum cukup, sehingga dalam kasus tersebut, tenaga medis perlu meningkatkan pengawasan dan perawatan.
Meski begitu, para ahli menegaskan bahwa dampak keseluruhan virus terhadap masyarakat saat ini lebih ringan dibandingkan masa lalu, dan belum ada bukti bahwa varian yang tengah menyebar menyebabkan gejala yang lebih parah.
Di India ‘Ngegas’
Beberapa negara di Asia tengah mengalami kenaikan kasus COVID-19, salah satunya India. Hal ini disebabkan oleh adanya subvarian baru LF.7 dan NB.1.8 yang juga masuk dalam pemantauan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Satu kasus NB.1.8 dilaporkan muncul di Tamil Nadu pada April, sementara empat kasus LF.7 dilaporkan terdeteksi pada Mei. Meski penyebaran varian ini belum masuk kategori mengkhawatirkan, varian ini juga memicu lonjakan kasus COVID-19 di China dan wilayah Asia lain.
Dikutip dari India Today, Kerala melaporkan jumlah kasus paling tinggi di India dengan 273 infeksi aktif pada bulan Mei. Tamil Nadu dan Maharashtra juga melaporkan peningkatan kasus.
Sementara itu, di negara bagian Karnataka, ada lima kasus COVID-19 baru dilaporkan pada Sabtu, sehingga jumlah kasus aktif di negara bagian tersebut mencapai 38. Ibukota Bengaluru menyumbang 32 dari keseluruhan kasus.
Pada pertengahan Mei, Bengaluru juga mencatat satu kematian terkait COVID. Pasien berusia 84 tahun yang memiliki penyakit penyerta meninggal di Aster Hospital Bengaluru.
Menanggapi kasus yang meningkat, pemerintah Karnataka telah mengeluarkan imbauan penggunaan masker untuk kelompok rentan seperti ibu hamil, anak-anak, dan orang dengan kondisi medis tertentu jika pergi ke tempat yang ramai. Masyarakat juga diimbau menjaga kebersihan tangan secara rutin.
Meski begitu, pemerintah daerah di India juga mengimbau masyarakat untuk tidak panik. Umumnya gejala yang ditimbulkan mirip dengan influenza biasa.
“Kami terus berkomunikasi dengan pengawas medis di semua rumah sakit di Delhi. Pemerintah Delhi sepenuhnya siap. Tidak perlu khawatir karena gejala varian baru nampak seperti influenza biasa,” kata Menteri Kesehatan Delhi, Dr Pankaj Kumar Singh, menyusul temuan 23 kasus di daerahnya.
Menurut pemerintah pusat, sebagian besar kasus COVID-19 bersifat ringan dan tidak memerlukan tindakan khusus. Sebagian besar pasien juga menjalani pemulihan di rumah.
Para pejabat kesehatan di India juga sudah melakukan diskusi terkait situasi COVID-19 di wilayahnya. Mereka mengklaim India memiliki sistem pengawasan yang kuat untuk penyakit sistem pernapasan, termasuk COVID-19. (DT)