DPRDSU Tolak Penerapan Tarif VGM, Timbulkan Biaya Ekonomi Tinggi

Medan, POL | Kalangan DPRDSU menolak pungutan atau penarifan untuk setiap verified gross mass (VGM) atau verifikasi terhadap kontainer tujuan ekspor yang akan dikenakan sebesar Rp125.000 oleh PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) bekerjasama dengan Gabungan Pengusaha eksportir Indonesia (GPEI) Sumatera Utara.

“Pemberlakuan pengenaan biaya VGM dinilai tidak logis dan mengakibatkan biaya tinggi yang amat memberatkan perusahaan eksportir,” anggota Komisi A DPRDSU, Brilian Moktar yang juga Wakil Ketua Apindo Sumut, Kamis (9/5).

Ia menjelaskan, VGM awalnya merupakan kebijakan yang dihasilkan oleh konvensi international SOLAS untuk memastikan keselamatan kapal (shipping line). Setiap data berat barang ekspor dari eksportir harus dikirim ke perusahaan kapal pengangkut (shipping line)  melalui laman (website) dan kemudian ditimbang lagi di terminal pelabuhan untuk verifikasinya. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 53 Tahun 2018.

Data yang diverifikasi adalah data yang diterima perusahaan kapal dan terkoneksi dengan Belawan International Container Terminal (BICT). Namun belakangan muncul rencana pemberlakuan tarif VGM berdasarkan surat keputusan Kantor Otoritas Pelabuhan Utama Belawan dan kesepakatan antara PT Pelindo I BICT, DPD Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Otoritas Pelabuhan Belawan dan PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI).

“Kita tidak tidak tahu apakah ini perlu. Kebijakan ini perlu dipertanyakan, karena pengguna jasa kontainer mayoritas di pelabuhan belawan belum ada kesepakatan dengan BKI sebagai pihak ketiga untuk penerbitan data VGM. Apalagi diduga timbangan BKI menggunakan timbangan BITC,” katanya.

Ia juga mempertanyakan kapasitas GPEI menyelenggarakan sosialisasi implementasi VGM tersebut kepada perusahaan ekspor. Seharusnya sosialisasi Peraturan Menteri atau Peraturan Pemerintah diselenggarakan negara. “Saya harap Peraturan Menteri ini dicabut, Peraturan Menteri tidak boleh melanggar PP. Ini upaya pelegalan pungutan liar (pungli) yang akan meningkatkan cost ekonomi. Ini yang mau diberantas Jokowi, jangan mengada-ngada,” kata politisi PDI-Perjuangan itu.

Ia tegas menolak diberlakukannya pengenaan biaya VGM, karena menurutnya hal itu tidak logis. Masing-masing instansi di pelabuhan memiliki fungsi masing-masing. Perusahaan kapal pengangkut, lanjutnya, selama ini tidak pernah komplain, padahal mereka sangat berkepentingan termasuk dalam hal keselamatan kapal.

“Pengutipan ini aneh, ada pasal-pasal tidak jelas dan titipan. Peraturan itu boleh kita tolak kalau melanggar UU. Bila BKI selaku pihak ketiga menggunakan timbangan terminal berarti memverifikasi diri sendiri dan itu tidak benar,” tegasnya.

Ia juga meminta Polda Sumut menyelidiki pemberlakuan tarif ini karena Gabungan organisasi seharusnya hadir untuk menyejahterakan anggota, bukan untuk mencari sapi perahan. Ia meminta jangan sampai ada perselingkuhan antara asosiasi dengan pemerintah yang itu merugikan pengusaha ekspor.

“Sejauh mana kepentingan tarif ini, selama ini Sumut terkenal biaya pengiriman kontainer paling mahal se-Indonesia, harusnya bisa lebih murah. Ada ketentuan tarif tapi selalu dilanggar,” ujarnya. (POL/isv)

Berikan Komentar:
Exit mobile version