Bangun Purba, POL | Pihak PT Karya Hevea Indonesia (KHI) Kebun Greahan Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang membantah telah melakukan pembalakan liar tanpa hak lahan seluas lebih kurang 500 hektare (Ha) di Desa Gunung Rintih Talapetaka Kuta Jurung Kecamatan STM Hilir Kabupaten Deli Serdang.
“Itu tidak benar. Berita yang diributkan di media online Radar Indo belum lama ini tidak berdasar sama sekali,” sebut Ahmad Khairi SE, salah seorang direksi di PT KHI, kepada www.perjuanganonline.com, Selasa (23/02/2021).
Ahmad Khairi memaparkan, lahan yang dituduhkan kepada PT KHI seluas lebih kurang 500 Ha tersebut sudah ditanami buah kelapa sawit oleh pihak perkebunan dan sudah berproduksi.
“Terkait adanya pihak yang mengatakan adanya pembalakan liar, itu salah. Sebab permasalahan lahan tersebut sedang dalam proses di pengadilan untuk memutuskan bahwa lahan itu adalah masih dalam areal HGU PT KHI. Sedang berjalan proses hukumnya dan sudah hampir selesai. Insya Allah lahan tersebut nantinya syah milik dan dalam areal HGU kebun PT KHI Greahan, tinggal menunggu keputusan saja,” sebutnya kepada www.perjuanganonline.com.
Di tempat yang sama, Wakil Ketua LSM Perkebunan RI Kabupaten Deli Serdang, Agus Nasution ketika dimintai tanggapannya mengatakan, bahasa pembalakan itu berarti lahan tersebut masih merupakan kawasan hutan alami dan masih ditumbuhi pohon-pohon ataupun kayu-kayu hutan.
“Sedangkan yang mereka tuduhkan terhadap PT KHI yang melakukan pembalakan sudah jelas tidak masuk akal dan tidak benar sama sekali. Sebab, lahan tersebut sudah ditanami pohon kelapa sawit oleh PT perkebunan KHI yang saat ini sudah berproduksi dan menghasilkan. Pertanyaannya, mengapa baru sekarang diributkan?” ucap Agus Nasution heran dan balik bertanya.
Ditambahkan Agus, saat ini banyak masyarakat yang dituding tidak murni lagi memperjuangkan lahan yang menurut mereka miliknya. “Ini sebenarnya modus dan gaya lama. Disuruhlah segelintir masyarakat berdemo dan meributi lahan tersebut. Padahal mereka ini dibayar oleh para mafia tanah yang bukan penduduk setempat demi mengambil keuntungan belaka,” sebut Agus gamblang.
“Keuntungan dapat diraup dengan alasan biaya dana perjuangan lahan yang dikutip dari berbagai donatur di mana mereka kenal dan dari daerah mana saja. Hal ini kerap terjadi sebelum-sebelumnya, baik di perkebunan BUMN dan swasta, bahkan asing,” beber Agus.
Untuk itu, Agus NST dan jajarannya meminta kepada aparat terkait agar lebih jeli dan profesional dan proporsional menerima berbagai pengaduan dari masyarakat tersebut. “Dalam hal ini aparat harus jeli dan tegas. Jangan masyarakat yang tidak tahu apa-apa ditunggangi oleh para mafia tanah,” tegas Agus.(NST)