Tapanuli Selatan, POL | Pemerintah terkesan sengaja menelantarkan kawasan Luat Harangan, kecamatan Sipirok, kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), provinsi Sumatera Utara atau Sumut. Akibatnya tidak saja hajat hidup tidak kurang dari 3.000-an jiwa penduduk kawasan itu yang hancur dan memprihatinkan, tetapi juga ada potensi daerah Tapsel yang tidak kalah besarnya menjadi terabaikan.
Luat Harangan merupakan kawasan enam desa yang terdiri dari Doloksordang Julu, desa Pangaribuan, desa Panaungan, desa Pargarutan, Barnangkoling dan Doloksordang. Keenam desa itu melingkupi delapan Dusun, yakni dusun Hasahatan, dusun Liang, dusun Sialang, dusun Gadu, dusun Salese, dusun Sihaborgoan, dusun Tapus dan dusun Sabungan.
“Berawal dari kondisi infrastruktur jalan kabupaten yang tidak layak di kawasan Luat Harangan secara otomatis pemerintah telah menelantarkan potensi daerah Tapsel. Potensi itu adalah potensi Sumber Daya Alam “Aek Batang Ilung” yang memiliki banyak destinasi, seperti pariwisata Arung Jeram, budidaya kolam air deras, wisata sungai dan bahkan sumber energi PLTA,” kata Kondar Siregar, putra kelahiran dusun Salese (Luat Harangan) yang saat ini tinggal di kota Padangsidimpuan saat berbicara secara langsung dengan POL, Senin (26/10/2020) siang.
Dikatakan, Aek Batang Ilung merupakan sungai yang terbesar di kecamatan Sipirok, berada di antara dusun Gadu dengan dusun Salese desa Panaungan, hanya berjarak 27 kilometer dari Sipirok, ibukota kabupaten Tapanuli Selatan, seolah dibiarkan bagaikan mutiara terpendam. Padahal potensi-potensi tersebut sangat menjanjikan bertambahnya sumber devisa untuk daerah Tapanuli Selatan.
“Aek Batang Ilung adalah sungai yang memiliki potensi mulai dari sektor pariwisata Arung Jeram, usaha ekonomi kerakyatan berupa budidaya kolam air deras, bahkan ada sumber energi kelistrikan, yakni Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) guna memenuhi tingginya permintaan energi listrik di Tapsel,” Kondar yang mengaku waktu kecil sekitar 1980-an, hampir setiap harinya berolahraga renang di Aek Batang Ilung bahkan menangkap ikan dengan jarung itu.
Seperti diketahui, wilayah Tapsel sejak tahun 1999 mulai berkurang bersamaan dengan berdirinya kabupaten Mandailing Natal atau Madina hasil pemekaran Tapsel, pada tahun 2001 berkurang lagi akibat Tapsel kembali pemekaran yang melahirkan daerah otonom baru, yakni Kota Padangsidimpuan dan terakhir pemekaran Tapsel juga kembali dilakukan yang melahirkan dua daerah otonom baru sekaligus, yakni kabupaten Padanglawas Utara (Paluta) dan kabupaten Padanglawas (Palas) pada tahun 2007.
Saat ini Tapsel secara tidak sadar telah mengabaikan Luat Harangan, padahal kawasan tersebut sangat menjanjikan Tapsel. Tidak diketahui secara pasti apa faktor yang membuat pemerintahan daerahnya seperti sengaja meninggalkan masyarakat Luat Harangan. Ada kesan yang membekas di benak warga bahwa Pemkab Tapsel hanya butuh masyarakat Luat Harangan saat pemilihan kepala daerah untuk memilih jagoannya, padahal bupati masa bhakti 2016 – 2021 seperti sudah tidak perduli lagi dengan Luat Harangan.
Pemekaran Tapsel beberapa kali terjadi membuat luas wilayah daerah kabupaten induk itu makin berkurang, sekarang ini hanya tinggal kawasan Angkola dan wilayah Sipirok. Sejalan dengan itu pula potensi dan sumber daya alam Tapsel otomatis berkurang. Pihak pemkab terkesan sudah membuang potensi sumber daya alam, padahal itu sangat dibutuhkan untuk upaya kembali memaksimalisasi sumber devisa bagi daerah Tapsel.
Tentu ada terbersit sebuah tanda tanya di benak warga masyarakat yang memerlukan jawaban dari pihak pemerintah, yakni akankah petinggi Tapsel mau melirik sumber devisa yang menjanjikan ini dan kapankah itu ada ditunjukkan dalam bentuk nyata pihak pemerintahan di daerah Tapsel ? Kita lihat saja nanti. (POL/balyan kn).