Tobasa, POL | Pelaksanaan Karnaval Pesona Danau Toba ke-4 yang dilaksanakan di Balige Kabupaten Toba Samosir, tinggal menghitung hari, yaitu tanggal 13 – 15 September 2019. Dimana hal yang menarik ada tiga bahan makanan yang akan diperlombakan, salah satunya kuliner masakan daging babi, yang menjadi salah satu kearifan lokal kuliner masyarakat Batak Toba.
Seiring dengan maraknya penolakan wisata halal dan syariah di kawasan pariwisata Danau Toba yang hangat dibicarakan di media sosial yang menimbulkan pro dan kontra, Pemkab Toba Samosir justru melakukan perlombaan kuliner daging babi pada pelaksanaan Karnaval Pesona Danau Toba.
Hal ini dipaparkan Pemkab Toba Samosir kepada wartawan di ruang balai data kantor Bupati Tobasa, Jumat (30/8/2019).
Menurut Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Tobasa, Herkules Butarbutar, pameran serta perlombaan kuliner terdiri dari masakan daging babi, ayam dan ikan, yang pengolahan sesuai dengan ciri khas lidah masyarakat Batak.
“Seperti pengolahan, daging babi dengan cara dipanggang, arsik, saksang, tanggotanggo. Untuk daging ayam diolah menjadi panggang, padar dan sirapege. Sementara untuk ikan dengan diarsik, naniura, panggang dan nanitombur. Semua jenis masakan ini menggunakan bumbu masakan andaliman,” terang Herkules.
Ketiga jenis kuliner ini merupakan ciri khas makanan yang tidak dapat lepas dari lidah masyarakat Batak, terlebih saat pertemuan keluarga maupun pesta adat.
Bisa dikatakan sudah menjadi kuliner kearifan lokal yang tidak dapat diubah oleh waktu dan perkembangan zaman, sehingga memang layak untuk ditampilkan dalam even besar, seperti Karnaval Pesona Danau Toba, sehingga seluruh wisatawan mengetahui apa makanan khas di Batak Toba, khususnya Kabupaten Toba Samosir.
“Bukan berarti kita tidak menghargai masyarakat maupun agama yang lain. Tetapi kearifan lokal makanan khas masyarakat Batak Toba juga perlu dilestarikan untuk menjaga kearifan lokal itu sendiri, yang sudah diwariskan leluhur Batak,” lanjut Herkules.
Sambung Herkules, maka untuk menghormati masyarakat dan agama lain, Dinas Pariwisata akan melakukan zonasi, berupa lokasi atau tempat makan yang standard untuk makanan nasional sehingga wisatawan akan mengetahui daerah mana saja kuliner tempat makan masing-masing.
“Dengan demikian terwujudlah kerukunan saling menghargai satu dengan lainnya, tanpa harus mengorbankan kearifan lokal yang ada di masyarakat Batak Toba,” pungkasnya.
Belakangan diketahui, sejumlah anak rantau menolak dengan tegas tentang rencana Gubsu memberlakukan wisata halal dan syariah pada kawasan wisata Danau Toba. Menurut mereka, hal tersebut bertentangan dengan kearifan lokal masyarakat Batak Toba.
Marlin, salah satu anak rantau menilai wisata itu akan sangat menarik para wisatawan lokal maupun mancanegara bilamana kelestarian alam Danau Toba tetap terjaga dan ditingkatkan, termasuk budaya Batak dan adat istiadat Batak. “Kesadaran masyarakat tentang pariwisata yang harus dibina,” ujar Marlin.
Tambah Marlin, Kondisi kandang ternak yang perlu ditata rapi sesuai dengan tempat yang sepantasnya bukan dengan harus melarang sesuai dengan yang mau Gubsu terapkan di kawasan pariwisata Danau Toba.
“Masyarakat Toba Samosir merupakan pemeluk agama Kristen terbesar, perlu dipertimbangkan sebagai salah satu ciri khas yang paling utama dan tidak perlu ada larangan untuk memelihara ternak babi. Sebab babi tidak lepas dari acara adat dan merupakan pendukung menambah income sebagai mata pencaharian masyarakat di Tobasa,” pungkas Marlin.(Sogar)







