Samosir, POL | Seriusi ranperda prakarsa usulan DPRD Samosir tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, tanah Ulayat Batak dan pemanfaatannya, pimpinan DPRD bersama Komisi II menggelar konsultasi ke Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Jumat (5/2/2021).
Konsultasi ini dipimpin Ketua DPRD, Saut Martua Tamba ST bersama Wakil Ketua Pantas Marroha Sinaga, Ketua Komisi II, Pardon Lumban Raja, anggota Polma Gurning, Suhanto Sitanggang, Baringin Sihotang, Sorta Siahaan, Jhonny Sagala dan Haposan Sidauruk. Dan disambut Kepala Dinas Kehutanan Sumut Herianto bersama staf.
“Sehubungan dengan akan dibuatnya ranperda tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, tanah Ulayat Batak dan pemanfaatannya, kami sebagai penginisiasi mengkonsultasikan hal-hal penting terkait hutan lindung di Kabupaten Samosir, sebelum raperda tersebut dibahas,” ujar Ketua DPRD Samosir Saut Martua Tamba ST dihubungi Perjuangan Baru, 5/2.
Menurut Politisi PDIP itu, pada konsultasi ini, legislatif juga meminta penjelasan terkait klaim terhadap sejumlah perkampungan, lahan pertanian masyarakat dan fasilitas umum yang terpetakan masuk kawasan hutan lindung dengan SK Nomor 579/Menhut-II/2014 tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara.
Legislator dari dapil IV itu mengaku, DPRD Samosir menyokong dan mendorong upaya mengeluarkan kampung-kampung, lahan pertanian dan fasilitas umum yang diklaim masuk dalam kawasan hutan. Meminta Kementerian Kehutanan agar dapat meninjau ulang sehingga hal ini tidak menjadi polemik yang berkelanjutan.
“Kita minta pihak Kementerian Kehutanan maupun Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara objektif, banyak perkampungan dan pemukiman serta pertanian penduduk di kawasan Samosir ini yang masuk kedalam Hutan Lindung Register 579,” tegas Saut Martua Tamba ST.
DPRD Samosir berkomitmen akan sekuat tenaga mengembalikan status lahan ke posisi semula. Pemukiman, pertanian dan fasilitas umum yang masuk diklaim negara sebagai kawasan hutan lindung harus dikembalikan kepada warga Samosir.
Hal ini juga yang memotivasi DPRD Samosir untuk menyeriusi pembahasan ranperda prakarsa usulan DPRD Samosir tentang pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, tanah Ulayat Batak dan pemanfaatannya, harus selesai di masa sidang I DPRD Samosir.
“Kita tentu berharap penyelesaian masalah klaim sepihak terhadap sejumlah perkampungan di Samosir sebagai kawasan hutan lindung, segera selesai. Namun untuk menyelesaikannya semua ada prosesnya. Sehingga kita persiapkan opsi lain melalui ranperda prakarsa DPRD Samosir ini,” ungkap Ketua DPRD Samosir.
Pada konsultasi tersebut, diketahui semua yang berkaitan dengan masuk atau keluar, dipinjam atau dilepasnya wilayah hutan merupakan kewenangan Menteri, tetapi didasarkan oleh usulan Bupati dan usulan Provinsi.
“Intinya bukan Menteri sendiri yang memasukkan atau mengeluarkan kawasan hutan, tentunya dari aspirasi Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi. Dari kondisi yang ada harus dirinci kembali atau dipetakan lagi, baru diusulkan ke Provinsi,” tambah Ketua DPRD Samosir.
Dari hasil konsultasi yang dilakukan, pihak Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara juga menyarankan agar sebelum pembahasan Raperda Tanah Ulayat, diharapkan dilakukan terlebih dahulu pemetaan ekologis yang ada di Kabupaten Samosir.(POL/SBS)
Berikan Komentar: