Tarutung, POL | Dewan Gereja se Dunia, khususnya HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) kehilangan seorang tokoh kharismatik. Tokoh itu bernama Soritua Albert Ernst (SAE) Nababan.
Mantan Ketua Dewan Gereja se Dunia dan mantan Ephorus HKBP itu berpulang hari Sabtu (08/05/2021) pukul 16.18 WIB dalam usia 88 tahun setelah mendapat perawatan secara intensif di RS Medistra Jakarta. Rencana pemakaman akan dilakukan di kampung halamannya di Siborongborong-Kabupaten Tapanuli Utara.
Semasa berkarya di dunia internasiobal, khususnya bidang kerohanian Kristen Protestan hingga menjabat Ephorus HKBP dua periode tahun 1987-1998 cukup banyak ukiran tinta emas yang ditorehkan Pdt. DR. SAE. Nababan.
Jumongkas Hutagaol, Direksi PT. Trans Metro Deli pengelola bus mewah di Medan saat dihubungi ,Minggu (09/05/2021) lewat WA mengutarakan cukup banyak jemaat HKBP yang meneteskan air mata begitu mengetahui Pdt. DR. SAE Nababan berpulang ke rumah Bapa di Sorga.
“Meskipun Ompui sudah tiada, namun cukup banyak khotbah dan nasehat yang patut diteladani. Seperti saya sendiri dan kupegang teguh menjadi pedoman hidup saya, bahwa tidak perlu takut menegakkan kebenaran sekalipun ber profesi sebagai pengusaha. Pasti Tuhan memberkati mu”, kata Pdt.DR.SAE .Nababan kala itu kepada Jumongkas Hutagaol.
Tokoh jemaat HKBP Jalan Saudara Medan ini mengisahkan perkenalan nya dengan Pdt DR. SAE. Nababan pada bulan Januari 1992 saat peletakan batu pertama pembangunan gereja HKBP Jalan Saudara Simpang Limun Medan.
Di sela berkhotbah, beliau berjanji datang untuk kelak meresmikan nya jika sudah selesai dibangun. Tepat bulan November 1992, ternyata benar Oppui datang. Sejak itulah saya simpatik bahkan kagum kepada beliau. Terlebih saat itu Oppui menjelaskan bahwa sedang terjadi konflik di tubuh HKBP. Maklum, karena saya selaku jemaat biasa,semula tidak mengerti konflik apa yang sedang terjadi. Rupanya gereja terbesar di Asia Tenggara ini sedang diguncang pada masa kekuasaan Soeharto karena ada kepentingan politik saat itu, ujar Jumongkas Hutagaol.
“Setelah terharu dengan rasa simpatik, akhirnya saya berada di barisan Oppui Pdt. DR. SAE Nababan melawan kezaliman masa Orde Baru. Ku ingat betul, ada pertanyaan yang saya ajukan kepada Oppui ,karena sudah banyak menasehati, kalau jadi pengusaha jangan mencoba melawan arus. Namun setelah kutanyakan langsung kepada Oppui langsung berkata : Sekalipun jadi pengusaha tidak perlu rasa takut untuk menegakkan kebenaran. Tuhan pasti memberkati mu. Kata nasehat inilah yang masih terngiang di telinga saya dan menjadi pedoman hidup saya hingga sekarang”, ujar Jumongkas mengenang kisah nya dengan Pdt. DR. SAE. Nababan.
Selasa Besok
Informasi yang diperoleh media ini dari pihak keluarga tadi malam menjelaskan, jenazah pendeta senior gereja HKBP ini disemayamkan di rumah duka RSPAD, lantai 2 ruang N, Jakarta dan pemakaman akan dilakukan di kampung halaman, Siborongborong, Tapanuli Utara,Selasa besok (11/05/2021).
Pdt. SAE Nababan lahir pada 24 Mei 1933 di Tapanuli Utara. Ia merupakan lulusan Sekolah Tinggi Theologi Jakarta (sekarang STFT Jakarta) tahun 1956 dan pada tahun yang sama ditahbiskan menjadi pendeta. Setelah menjalani pelayanan sebagai pendeta pemuda di HKBP Medan, beliau kemudian menempuh studi di Universitas Ruperto Carola, Heidelberg, Jerman . Lulus Doctor Theologi pada Februari 1963.
Sejak muda, Pdt. SAE telah aktif dalam pelayanan oikumenis dan sosial kemasyarakatan. Ia pun cukup dikenal di gerakan oikumenis baik tingkat nasional, Asia maupun dunia.
Sembari dipercayakan peran sebagai anggota Parhalado Pusat HKBP, Pdt. SAE berperan cukup lama. Tahun 1967-1984, sebagai Sekretaris Umum Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang kemudian berganti nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).
Ia kemudian menjadi Ketua Umum di lembaga oikumenis tersebut pada 1984-1987.Pdt SAE juga mengemban sejumlah jabatan di berbagai forum oikumenis dunia seperti Lutheran World Federation (LWF), Christian Conference of Asia (CCA), United Evangelical Mission (UEM) dan Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC).
Bagi masyarakat Indonesia, namanya lebih dikenal saat menjadi pimpinan (Ephorus) HKBP selama dua periode (1987-1998).
Di periode kedua kepemimpinannya (1992-1998), rezim Orde Baru melakukan intervensi pada pemilihan pimpinan HKBP, karena SAE dianggap cukup kritis menyerukan penghargaan atas kemanusiaan dan prinsip demokrasi. Ini memunculkan dualisme kepemimpinan di HKBP yang baru selesai setelah pemerintahan Soeharto berganti.
SAE termasuk salah satu inisiator untuk mempertemukan tokoh dan kelompok reformasi yang akhirnya melahirkan Deklarasi Ciganjur dan mengamanatkan agenda reformasi Indonesia.
Sumbangsih pemikiran SAE Nababan bagi gereja dan masyarakat Indonesia terangkum dalam sejumlah khotbah dan tulisannya. Salah satunya dalam buku catatan perjalanan beliau bertajuk “Selagi Masih Siang” yang telah terbit tahun silam. (POL/Bindu Hutagalung)







