Medan, POL | Gubernur mengapresiasi antusiasnya warga binaan ingin memberikan hak suaranya di Pemilu 2019 kali ini. Walaupun dari TPS Lapas, surat suara hanya ada empat dari lima, yakni DPRD Provinsi, DPR RI, DPD RI dan Presiden-Wakil Presiden. Bahkan dirinya menilai penyelenggaraan di lapas lebih baik dari yang di luar.
“Saya senang ya semua berjalan lancar dan aman. Dan wajahnya terlihat cerah semua. Kalau begini insya Allah aman,” ujar Gubernur saat meninjau Tempat Pemungutan Suara (TPS Lapas Kelas I dan Lapas Wanita Kelas IIA Tanjung Gusta didampingi Kepala Kejati Sumut Fachruddin Siregar, Rabu (17/4).
Dari kunjungan tersebut, Gubernur melihat proses tahapan pemungutan suara di sejumlah TPS lingkungan dalam lapas. Hanya saja dari sekitar 3 ribuan warga binaan, yang bisa memilih hanya sekitar 700-an orang saja. Hal tersebut menurutnya perlu menjadi bahan diskusi untuk perbaikan ke depan. Sebab, persoalan data pemilih dari pemilihan sebelumnya termasuk Pilgub tahun lalu masih menyisakan masalah dan belum tuntas, seperti saat ini.
Menurutnya, semua warga dimanapun berada, termasuk warga binaan lapas punya hak sebagai warga negara, meskipun sedang menjalani hukuman. Setiap orang, katanya, punya hak dan motivasi memilih siapa calon pemimpinnya. Apalagi tingkat partisipasi dari beberapa pantauan langsung di sejumlah TPS maupun laporan dari berbagai daerah kabupaten/kota, cukup tinggi meskipun pemilihan sudah berjalan tiga jam.
“Partisipasi cukup tinggi, cukup baik. Sudah separuh (setengah). Kalau setiap TPS sekitar 300 (pemilih), sekarang pukul 11.00 sudah di atas 100. Target 70 persen insya Allah dapat ini,” sebut Gubernur.
Namun Gubernur kembali menekankan bahwa dirinya khawatir tingginya antusias warga dalam memilih, tidak diikuti dengan kesiapan. Misalnya, soal jumlah surat suara yang lebih sedikit dibanding jumlah pemilih potensial di Lapas. Yang jika dilihat dari perbandingan antara jumlah warga binaan dengan DPT, begitu jauh selisihnya.
Sementara Kalapas Tanjung Gusta Budi Argap Situngkir menyayangkan kurang efektifnya komunikasi mereka dengan KPU setempat. Sehingga dari sekitar 1.500-an data yang diusulkan ke penyelenggara, 600 nama disebutkan tidak valid. Dengan demikian yang tertampung hanya sekitar 700-an. (POL/W)
