Dewan Sebut Kadisdik Gagal Majukan Pendidikan di Kota Medan

Medan, POL | Kepala Dinas (Kadis) Pendidikan Kota Medan, Marasutan Siregar tak henti buat masalah. Terbaru, Marasutan didemo puluhan mahasiswa di kantor Disdik beberapa hari lalu.

Adalah Gerakan Aktivis Sumut (GAM) Sumut yang mendemo Marasutan. Mereka mengungkapkan beberapa kebobrokan dinas yang dipimpin Marasutan itu. Mereka mempertanyakan anggaran rehab rusak berat dan ringan Disdik Medan senilai Rp 1,4 Miliar.

Selain itu, mereka juga menilai anggaran belanja modal untuk pengadaan gedung dan bangunan senilai Rp 9 Miliar tahun 2018 juga bermasalah. Tak hanya itu, mereka juga mempertanyakan proyek Tunjangan Penghasilaj Guru (TPG) yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 337 Juta.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi II DPRD Medan H Rajuddin Sagala mengatakan agar penegak hukum segera menyelidiki dugaan yang dilontarkan massa aksi tersebut.

“Pihak penegak hukum  harus segera menindaklanjuti dan menyelidikinya, harus turun dan bentuk tim. Kalau benar ada unsur penyimpangan, segera proses agar permasalahannya bisa terang benderang,” ujar Rajuddin, Kamis (12/9/2019).

Selama menjabat menjadi Kadisdik Medan sejak 2018, Rajuddin melihat tak ada kemajuan yang signifikan yang dilakukan Marasutan. Ia mengaku heran mengapa Wali Kota Medan Dzulmi Eldin melantiknya menjadi Kadisdik.

“Saya lihat tak ada kemajuan yang signifikan selama setahun ini. Begitu dia dilantik, saya heran mengapa wali kota menunjuknya, apa pak wali tak berkaca dari masa lalu? Ternyata setelah dilantik, tak ada kemajuan,” urai Rajuddin

“Bahkan sistem zonasi bermasalah seperti di Medan Utara. Disana banyak sekolah yang tak merata. Cakupan zonasi itu tak menyeluruh, kalau fasilitas lengkap bisalah diterapkan zonasi itu. Tapi itu tak digubrisnya, akibatnya banyak anak pintar di Medan Utara yang tak melanjut sekolah, kalau ke swasta mereka tak mampu bayar SPP tiap bulan,” lanjutnya.

Bahkan, saat pelaksanaan reses, Rajuddin mengaku dirinya sudah menemukan langsung anak yang putus sekolah.

“Saya temukan langsung di reses anak putus sekolaj di perbatasan Helvetia dan Deliserdang. Saya tanya kenapa putus karena tak lulus di negeri. Sekarang mereka hanya les keahlian saja. Akibatnya mereka jadi tukang botot dengan naik sepeda, ada juga yang berjalan pakai keranjang,” ungkapnya.

Selama menjabat, Rajuddin juga melihat tak ada keberpihakan Marasutan terhadap guru honorer. “Tak ada program dia yang memajukan pendidikan, bahkan usulan DPRD yang disahkan Banggar. Contohnya peningkatan insentif guru honorer, itu ide dari DPRD, bukan dari Disdik yang disahkan di dalam Perubahan APBD 2019 dan APBD 2020,” terangnya.

Ia menilai, Marasutan tak sungguh-sungguh dalam memajukan pendidikan di Kota Medan.

“Kita sudah buat berdasarkan cluster, di APBD 2019 sudah diatur kalau guru honorer yang mengabdi 2-4 tahun sekian gajinya, 4-6 sekian dan 6-10 sekian. Tapi itupun tak bisa disalurkannya. Bayangkan guru gajinya sedikit, sementara PHL di Disdik bahkan ada yang hanya tamatan SMA tapi gajinya sesuai UMK,” terangnya.

Dia melanjutkan, “Bisa kita lihat bagaimana keberpihakannya terhadap guru. Saya khawatir anggaran tersebut kembali Silpa. Padahal tugas dia hanya mendata guru, meminta rekeningnya, tinggal menyalurkan. Bukan disuruh dia mencari uangnya,” lanjutnya. (POL/lin)

 

 

 

Berikan Komentar:
Exit mobile version