Tarutung, POL | Polres Tapanuli Utara telah melakukan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara) atas kasus dugaan penyerobotan tanah di Siranggiting Desa Sipahutar III Kecamatan Sipahutar Taput, Rabu (05 /08/2020).
Menjawab pertanyaan wartawan Kapolres Taput AKBP Jonner Samosir, SIK melalui Kasubbag Humas Aipda Walfon Barimbing,Jumat (07/08/2020) menjelaskan Polres Taput telah melakukan olah TKP atas kasus dugaan penyerobotan tanah berdasarkan laporan pengaduan Parsaulian br Silitonga.
“Benar, Polres Taput sudah melakukan olah TKP bersama petugas BPN Taput, pengadu Parsaulian Silitonga dan salah seorang pihak teradu Sappe Silitonga”, ujar Barimbing.
Juru bicara Polres Taput itu menambahkan, tanah yang diadukan tersebut belum punya sertifikat,namun akta hibah yang dibuat notaris ada dimiliki Parsaulian.
Saat olah TKP, Polres Taput menghadirkan pihak BPN dan pihak terkait lain nya. Parsaulian selaku pengadu hadir di lokasi,sedangkan pihak teradu hanya hadir satu orang. Saat olah TKP sekaligus dilakukan pengukuran atas tanah.
Jadi saat ini Polres Taput sedang giat melakukan penyelidikan dengan menggali keterangan dari BPN dan berbagai pihak terkait. Dan hasil penyelidikan itu nantinya akan diberitahu kepada pengadu,ujar Walfon Barimbing.
Mapultak Sian Bulu
Parsaulian br Silitonga (42 tahun) yang kini beralamat di Dolok Sanggul kepada wartawan baru baru ini mengungkapkan, ia mengadukan Bonar Silitonga dkk ke Polres Taput tanggal 14 Agustus 2019 dengan tuduhan penyerobotan rumah, tanah dan sawah miliknya. Setelah Kapolres Taput yang baru dijabat AKBP Jonner Samosir, Parsaulian kembali membuat pengaduan untuk kedua kalinya pada tanggal 14 Juli 2020.
“Puji Tuhan langsung saja di proses dengan cepat. Buktinya, olah TKP pun sudah terlaksana. Trimakasih buat Bapak Kapolres Taput yang baru”, ujar Parsaulian.
Saat ditanya wartawan dari mana asal tanah tersebut,, Parsaulian menerangkan berasal dari neneknya bernama Lidia br Nababan (Oppu Tauan). Dari mulai pertama ditulis tangan hingga dibuat akta hibah no. 19 (atas tanah seluas 2.000 M2) dan akta hibah no. 20 (atas tanah dan rumah seluas 61 M2) yang dibuat notaris Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Julitri Roriana, SH ter tanggal 31 Maret 1999 adalah atas nama Parsaulian br Silitonga.
Parsaulian menambahkan, selain tanah kebun, rumah masih ada lagi sawah yang diserahkan Oppu Tauan kepada nya namun kini digadaikan pihak teradu. Semua surat surat yang sah terkait kepemilikan tanah yang berasal dari nenek, semua asli nya ada di tangan saya. Sedangkan pihak teradu tidak memiliki sepotong surat, ujar Parsaulian sambil menunjukkan surat asli berupa akta hibah.
Menurut Parsaulian, ayah mereka mempunyai 6 orang bersaudara anak dari Oppu Tauan. “Ayah saya bernama Tulus Silitonga anak ke lima bersaudara dan setelah pensiun dari Angkatan Laut pulang ke Sipahutar dan meninggal tahun 1986. Dan saya anak satu satu nya .Sedangkan nenek Lidia Nababan meninggal bulan April 1999”, kata Parsaulian.
Lebih lanjut diungkapkan Parsaulian, ketika bulan April 2019 saat membersihkan kuburan ayah dan nenek nya, Parsaulian mendapat informasi bahwa tanah seluas 2.000 M2 yang telah dihibahkan neneknya Oppu Tauan kepada nya telah dijual Bonar Silitonga (anak bapa uda Parsaulian) kepada Tagor Silitonga pada tahun 2018 seharga Rp 30 juta. Padahal pemilik tanah yang sah adalah saya sendiri karena sudah dihibahkan nenek Oppu Tauan.
Setelah diketahui tentang penjualan tanah tersebut, Parsaulian sudah menyampaikan persoalan tersebut kepada Kepala Desa Sipahutar III Randiman Silitonga. “Dan Kepala Desa setempat cukup tanggap atas persoalan itu, dan langsung dimediasi di kantor Kepala Desa pada hari Selasa, 13 Agustus 2019 yang juga dihadiri pihak yang saya adukan,” katanya.
Disaksikan Kepala Desa Sipahutar III, Sekdes dan lain nya, pihak teradu ngotot berkata bahwa saya tidak berhak atas tanah yang diserahkan nenek saya Oppu Tauan.Bahkan inang uda saya bernama Frisda br Tampubolon (ibunda Bonar Silitonga) dengan lantang menuduh saya “Mapultak sian bulu” (Tidak punya ayah dan ibu). Semua bukti berupa video nya juga ada di tangan saya .Kalimat seperti itu sangat kasar dan sangat menyakitkan bagi suku Batak, kata Parsaulian sambil meneteskan air mata.
Karena tidak ada jalan keluar meskipun Kepala Desa, Sekdes sudah berbaik hati untuk memediasi ditambah ucapan yang sangat menyinggung perasaan itu, akhirnya tanggal 14 Agustus 2019 membuat pengaduan ke Polres Taput. Dan setelah saya susul buat pengaduan tanggal 14 Juli 2020, langsung saja berproses dan olah TKP pun sudah dilaksanakan Polres Taput.
“Atas rasa tanggap dari pak Kapolres Taput yang baru bersama staf, saya ber terimakasih . Saya sadar bahwa negara kita berazaskan hukum, jadi saya hanya mau menegakkan keadilan dan kebenaran. Hanya Tuhan dan semua aparat penegak hukum yang saya andalkan”, ujar Parsaulian optimis.
Libatkan Tokoh
Secara terpisah Kapolres Taput AKBP Jonner Samosir, SIK saat ditemui di kantornya baru- baru ini meminta masukan dari wartawan bagaimana cara menyelesaikan persoalan tanah yang agak pelik di Tanah Batak (Bona Pasogit).
Menjawab pertanyaan Kapolres Taput yang baru dilantik 18 Mei 2020 lalu, Martua Situmorang mengatakan, selain melibatkan pihak terkait dibutuhkan peran serta tokoh adat yang mengerti masalah hukum, khususnya bidang pertanahan. Selanjutnya Kapolres Taput itu mencatat masukan yang disampaikan wartawan, termasuk kasus dugaan penyerobotan tanah di Sipahutar Taput. (POL/BIN)
