Ephorus HKBP Klarifikasi Isu Minta Tanah ke Menhut

Ephorus HKBP Victor Tinambunan. 

Medan, POL | Seruan Ephorus Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Pdt Dr Victor Tinambunan mendesak agar PT Toba Pulp Lestari (TPL) ditutup karena selama 30 tahun berdiri telah menindas masyarakat, khususnya di Tanah Batak, mendapat serangan balik dari sejumlah pihak.

Kini beredar isu bahwa Ephorus HKBP telah meminta kepada Menteri Kehutanan tanah untuk HKBP. Permintaan itu disampaikan langsung kepada Menhut dalam pertemuan beberapa waktu lalu sebagaimana pemberitaan salah satu media online.

Terkait isu tersebut, Ephorus HKBP pun menyampaikan klarifikasinya sebagaimana yang diterima, Selasa (27/5/2025).

Ada 3 poin utama dalam klarifikasi Ephorus HKBP itu, yakni:

  1. Menyampaikan kepada menteri bahwa Ephorus HKBP menyerukan kepada TPL supaya operasinya ditutup. Memohon perhatian Pak Menteri terhadap seruan tersebut.
  2. Ada lahan HKBP di Tele (Samosir). Belakangan pemerintah membuatnya menjadi tanah hutan lindung. HKBP memohon supaya Kementerian Kehutanan mengembalikannya kepada HKBP. Mengembalikan, bukan meminta. Keputusan DPRD Samosir sudah ada.
  3. Bukit yang di Sipoholon, bukan kami minta untuk diubah tetapi sebagai tanggung jawab moral HKBP meminta supaya HKBP yang menanami yang bekas kebakaran dengan pohon-pohon. Sebidang hutan pinus itu untuk dirawat dan dijaga HKBP, dan bisa melakukan retreat atau rekreasi alam di hutan itu tanpa merusak atau menebang pohon.

Sebelumnya, Ephorus Pdt Dr Victor Tinambunan mendesak agar PT TPL ditutup. Menurut Ephorus, selama 30 tahun berdiri, TPL telah menindas masyarakat, khususnya di Tanah Batak.

Seruan itu disampaikan Ephorus dalam surat terbukanya yang ia posting di FB Victor Tinambunan, Rabu (7/5/2025).

Dalam poin ke-2 seruanya itu, Ephorus menyatakan bahwa PT TPL telah memperoleh keuntungan finansial yang sangat besar, bernilai triliunan rupiah dari pemanfaatan sumber daya alam di wilayah Tano Batak.

Ironisnya, akumulasi kapital tersebut tidak tampak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan ekonomi dan pendapatan masyarakat lokal. Ketimpangan ini menjadi cermin ketidakadilan distribusi manfaat ekonomi, dan menunjukkan adanya relasi yang eksploitatif.

Poin ketiga, fakta yang paling menyakitkan adalah bahwa keberadaan PT TPL telah memicu berbagai bentuk krisis sosial dan ekologis: mulai dari rusaknya alam dan keseimbangan ekosistem, rentetan bencana ekologis (banjir bandang, tanah longsor, pencemaran air, tanah, dan udara, perubahan iklim), jatuhnya korban jiwa dan luka, hilangnya lahan pertanian produktif, rusaknya relasi sosial antarwarga, hingga akumulasi kemarahan yang tidak mendapat saluran demokratis karena ketakutan dan represi.

Ini bukan sekadar dampak insidental, tetapi sebuah jejak panjang dari konflik struktural yang tidak kunjung diselesaikan secara bermartabat

“Melihat ironi kehidupan yang terjadi dalam kurun 30 tahun terakhir ini, dengan segala hormat dan tanggung jawab moral, saya menyerukan kepada Bapak/Ibu pemilik dan pimpinan PT TPL: tutup operasional perusahaan TPL sesegera mungkin. Penutupan ini bukanlah sekadar desakan emosional, melainkan langkah preventif untuk menghindari krisis yang lebih parah di masa depan, bagi masyarakat di Tano Batak, bagi Sumatera Utara, dan bahkan bagi keberlanjutan ekologis di tingkat global,” tulis Ephorus dalam seruannya itu. (MB)

Berikan Komentar:
Exit mobile version