Medan, POL | Desainer asal Sumatera Utara, Torang Sitorus (47) mengharapkan kain khas masyarakat batak yakni ulos mendapat tempat di kancah Internasional terutama dalam dunia industri fashion.
Setelah menjalani bisnis ulos selama 20 tahun, Torang mengaku telah melakukan pameran di luar negeri seperti Milan di Italia dan tahun ini ulos akan menyebarkan budayanya di London pada September 2024 mendatang.
“Tahun lalu kita sudah lakukan pameran di Milan, Italia dan tahun ini kita akan mencoba di London pada September. Jadi kita harapkan dari Sumatera Utara si ulos ini bisa ambil tempatlah di Industri fashion dunia,” katanya di pameran KKSU yang diselenggarakan di Istana Maimun dan Delipark Medan, Kamis (4/7/24).
Dalam mengenalkan budaya ini Torang juga menyampaikan bahwa dirinya bekerjasama dengan Kementerian Agama dan juga didukung oleh Bank Indonesia dalam acara London Fashion Week mendatang.
“Jadi itu merupakan acara tahunan yang memang sudah ditentukan tanggalnya jadi ada undangan ke negara-negara lain. Dan kita juga saat ini bekerjasama dengan Kementerian Agama dan Bank Indonesia untuk mengambil peran di acara tersebut,” harapnya.
Selain itu adapun tantangan yang sering dihadapi dalam pengenalan ulos tersebut yakni dengan kurangnya sumber daya manusia (SDM).
“Karena para menenun itukan ibu rumah tangga sehingga harus dikerjakan dengan sepenuh hati untuk menciptakan hasil yang memiliki nilai jual hingga ke pasar global. Untuk itu kita perlu mendampinginya sepenuh hati, pendekatan dan memberikan manajemen keuangan yang baik untuk keberlangsungan hidup mereka dari apa yang mereka kerjakan,” jelasnya.
Di tempat yang sama, seorang penenun asal Tarutung, Nur Sihombing (38) yang didatangkan oleh Torang menyampaikan bahwa dirinya sudah 22 tahun menjalani profesi itu. Ia menyampaikan beberapa kesulitan dalam menenun yakni dalam membuat motif dan juga lebar dari kainnya.
“Karena lebarnya juga hampir satu meter atau 95 cm itu kan susah gitu. Tapi paling sulit itu motifnya. Karena motif kami ini benar-benar diangkat dari motif lama dan menghitung satu-satu helai benang itu sulit sekali,” ungkapnya.
Nur juga mengatakan bahwa setelah mendapatkan bimbingan dan juga arahan, penenun saat ini sudah memiliki penghasilan yang cukup tinggi dan memiliki peluang hidup sejahtera.
“Kalau sekarang jadi penenun saya rasa sudah enak karena setelah mendapat bimbingan dan upah naik, kami menjadi lebih semangat dan berlomba-lomba untuk menenun. Karena kalau dulu orang menilai jadi penenun itu hidupnya begitu-begitu saja. Tapi lama kelamaan ini menjadi karya seni,” jelasnya. (MS)
