Medan, POL | Kinerja buruk Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Medan terus disorot. BLH dituding minim melakukan pengawasan dan sosialisasi kepada industri sehingga banyak perusahaan, industri, Rumah Sakit di Medan disinyalir tidak mematuhi aturan dan membuang limbah sembarangan.
“Komisi II DPRD Medan akan terus menyoroti suatu usaha yang membuang limbah sembarangan. Kita rekomendasikan kepada Kementerian supaya dilakukan penindakan tegas,” ujar Ketua Komisi II DPRD Medan Aulia Rachman kepada wartawan, Rabu (12/2/2020).
Dikatakan Aulia Rachman, pihaknya akan “menyisir” seluruh Rumah Sakit, industri, rumah makan dan usaha lainnya untuk memastikan mematuhi aturan wajib memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Instansi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). “Jika belum kita rekomendasikan ditindak tegas,” beber Aulia Rachman asal politisi Gerindra itu.
Kepada BLH Pemko Medan didesak agar melakukan sosialisasi yang maksimal kepada pelaku usaha supaya mentaati aturan yang berlaku. “Kita pastikan jangan ada lagi usaha di Medan yang mencemari lingkungan,” sebut Aulia.
Kinerja Komisi II DPRD Medan selaku lembaga pengawasan terus berlanjut. Seperti temuan beberapa hari yang lewat, rumah makan Lembur Kuring tidak memliki Istalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Pada hal rumah makan sudah lama beroperasi namun luput pengawasan BLH.
Komisi II DPRD Kota Medan menegur agar pihak Rumah Makan Lembur Kuring dapat membangun IPAL sesuai aturan. Hal itu langsung disampaikan Ketua Komisi II DPRD Kota Medan, Aulia Rachman, Selasa (11/2/2020) usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan rumah makan.
Dikatakan Aulia, hasil sidak yang dilakukan Komisi II beberapa waktu lalu ke rumah makan tersebut, ditemukan rumah makan lembur kuring tidak memiliki IPAL. “Yang ada disitu cuma tarfing atau filter. Filter itu hanya memisahkan sampah dengan oil dan air. Memang sampah tidak masuk ke selokan, sementara air dan oil tetap masuk,” katanya.
Komisi II, kata Aulia, memberi waktu 3 bulan kepada pihak rumah makan agar memperbaiki Ipal-nya. “Dalam pertemuan, mereka (rumah makan) berjanji akan memperbaikinya dan kita beri waktu 3 bulan. Setelah 3 bulan, kita bersama tim akan turu kembali mengeceknya,” katanya.
Persoalan IPAL, sebut politisi Partai Gerindra ini, merupakan amanah Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Bab XV Pasal 98 undang-undang itu, sambung Aulia, jelas dinyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengakibatkan dilampauinya baku mutu ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan pidana penjara paling singkat selama 3 tahun dan paling lama 10 tahun dengan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
“Artinya, dalam undang-undang tersebut jelas sanksinya dan ini harus dipatuhi. Kalau tidak dipatuhi, ada indikasi pembangkangan terhadap undang-undang,” tegas Aulia. (POL).